Satu Benih di Hari Pertama

cha
2 min readApr 23, 2024

--

13 Mei 2022

“Gue ada nih temen kelas gue, lumayan ego May. Mana ya fotonya bentar gue cari,”

Satu kalimat yang memulai serangkaian cerita yang akan kalian susuri setelah ini.

Di balik eratnya genggaman tangan kami sekarang, ada seutas tali usang yang mengikat tulang jari-jari tangan kami. Tali usang yang di dalamnya mengalir sebuah cerita dan emosi perjalanan dua insan. Cerita yang bukanlah sebuah cerita dongeng pangeran berkuda putih ataupun film romansa-komedi yang hanya dalam satu pandang aku sudah menjadi miliknya dan juga emosi yang bukanlah hanya disesaki oleh bunga dan kupu-kupu.

Semuanya bermula pada dua tahun lalu, di sebuah kedai dengan kursi dan meja kayu, diikuti oleh. aroma mie instan dan roti bakar yang menempel tidak hanya pada baju, tetapi juga obrolan dua remaja perempuan yang baru saja memulai kehidupannya di bangku kelas dua SMA.

“Nih, si Dimas. Cakep kan? Lu tau gak?” Sasha menyodorkan ponselnya kepadaku memperlihatkan foto seorang lelaki yang diketahui bernama Dimas.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku mendengar namanya, aku pernah beberapa kali mendengar nama tersebut. Namun, ini pertama kalinya aku sadar akan keberadaannya di sekolah sebagai pemilik nama ‘Dimas’.

“Mana sih coba liat,” ucapku sambil mendekatkan diriku pada ponsel milik Sasha. “Gue gapernah liat sih. Hmmmm biasa aja.”

“Iya tapi manis anjir. Baik juga anaknya, terus public speaking nya bagus gitu. Keren tau dia. Terus dia tuh yang kayak apa ya kalo lu udah deket asik anaknya.”

Aku hanya mengangguk-angguk sebelum kami meninggalkan topik tersebut. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Atau setidaknya itulah yang aku kira. Tidak terlintas sama sekali di otakku bahwa perkataan-perkataan Sasha tadi justru masuk kuping kanan dan tidak lagi keluar.

Namun, hal itu secara tidak sadar aku benarkan sesampainya di kamar. Rasa penasaran tiba-tiba menggerogoti ku. Tadi siapa namanya ya? Nama Instagramnya apa ya? Yang mana sih orangnya? Lalu seperti mesin yang bergerak otomatis, aku merasa jemariku tanpa sadar bergerak mencari akun lelaki tersebut dan voila! Akun itu terpampang jelas di layar ponselku.

“Ooh ini yang tadi dibilang orangnya. Cakep juga,” batinku.

Dan malam itu, kubawa perasaanku ke dalam dinginnya bantal tidurku dan dalam gelapnya mimpi. Kutaruh di terang lampu tidur dan kubiarkan ia menyinari di sela-sela gelapnya kamar.

--

--

cha
cha

Written by cha

0 Followers

every inch of my heart speak their own story

No responses yet